Senin, 31 Mei 2010

Kita Termasuk Yang Mana?

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,
Di antara tanda kebahagiaan dan keberuntungan,
tatkala ilmu seorang hamba bertambah,
bertambah pulalah sikap tawadhu’ (rendah hati)
dan kasih sayang yang dimilikinya; setiap kali
bertambah amalnya, bertambah pula rasa takut
dan waspada di dalam dirinya [1]; tatkala
bertambah umurnya, berkuranglah
ketamakannya terhadap dunia; tiap kali hartanya
bertambah, kedermawanannya pun bertambah;
setiap kali kedudukan dan martabatnya
bertambah tinggi, maka bertambah pula
kedekatannya dengan manusia, dirinya akan
semakin memperhatikan kebutuhan mereka, dan
merendahkan diri di hadapan mereka.
Di antara tanda kebinasaan seorang, tatkala
ilmunya bertambah, bertambah pula
kesombongan dan keangkuhannya; tiap kali
amalnya bertambah, bertambahlah ‘ujub (bangga
diri) dalam dirinya, semakin meremehkan orang
lain, dan justru memandang baik dirinya; tatkala
umurnya bertambah, ketamakannya terhadap
dunia justru semakin bertambah; tiap kali
hartanya bertambah, bertambah pula sifat kikir
yang dimiliki; setiap kali kedudukan dan
martabatnya bertambah, bertambah pula
keangkuhan dan kecongkakannya.
Seluruh hal di atas merupakan cobaan dari Allah
yang diperuntukkan kepada para hamba-Nya. Di
antara mereka ada yang beruntung, sebagian
yang lain justru celaka.
Demikian pula dengan kemuliaan, seperti
kerajaan, kekuasaan, dan harta, semua adalah
cobaan. Allah ta ’ala berfirman,
فَلَمَّا رَآهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهُ
قَالَ هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّي
لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ
)٤٠(
“Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu
terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini
termasuk kurnia Rabb-ku untuk mencoba aku,
apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan
nikmat-Nya). ” (QS. An Naml: 40).
Demikian pula kenikmatan, semua adalah cobaan
dari-Nya sehingga akan nampak siapa yang
bersyukur dan siapa yang kufur (ingkar).
Sebagaimana musibah juga cobaan dari-Nya,
karena Dia menguji para hamba dengan berbagai
nikmat dan musibah.
Allah ta’ala berfirman,
فَأَمَّا الإنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلاهُ
رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ
فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ )١٥(وَأَمَّا
إِذَا مَا ابْتَلاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ
رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ )١٦(
“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya
lalu dirinya dimuliakan-Nya dan diberi-Nya
kesenangan, Maka dia akan berkata: “Tuhanku
telah memuliakanku”. Adapun bila Tuhannya
mengujinya lalu mempersempit rizkinya, maka
dia berkata: “Tuhanku menghinakanku.” (QS. Al
Fajr: 15-16).
Maksud dari ayat di atas, tidak setiap orang yang
Aku lapangkan rizkinya dan Aku beri kesenangan
duniawi, maka hal itu merupakan bentuk
pemuliaan-Ku terhadapnya. Dan tidak setiap
orang yang Aku persempit rizkinya dan Aku uji
dengan kemiskinan, maka hal itu merupakan
kehinaan baginya.
Waffaqaniyalahu wa iyyakum.
Diterjemahkan dari Fawaaidul Fawaaid hal.
403-404 muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/kita-termasuk-yang-mana….html

Profil

Citayam (Ds: Rawa Panjang), Jawa Barat, Indonesia