Sabtu, 29 Mei 2010

Kunci KEBAHAGIAAN

Bismillaah,
walhamdulillaah, wash sholaatu wassalaamu
alaa rosuulillaah, wa alaa aalihii wa shohbihii wa
man waalaah …
Menindak lanjuti anjuran Syeikh Abdur Rozzaq -
hafizhohulloh- dalam tabligh akbarnya -(di Masjid
Istiqlal 1 Shofar 1431 / 17 Januari 2010)- untuk
menyebarkan uraian Ibnul Qoyyim tentang
kunci kebahagiaan, maka pada kesempatan ini,
kami berusaha menerjemahkannya untuk para
pembaca, semoga tulisan ini bermanfaat untuk
kita semua …
SEBAB-SEBAB LAPANGNYA DADA
(1) Sebab utama lapangnya dada adalah:
TAUHID.
Seperti apa kesempurnaan, kekuatan, dan
bertambahnya tauhid seseorang, seperti itu pula
kelapangan dadanya. Alloh ta ’ala berfirman:
أَفَمَن شَرَحَ اللهُ صَدْرَهُ
لِلإسْلامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِّنْ
رَبِّه ]الزمر: 22[.
Apakah orang yang dibukakan hatinya oleh Alloh
untuk menerima Islam, yang oleh karenanya dia
mendapat cahaya dari Tuhannya, (sama dengan
orang yang hatinya membatu?!)
Alloh juga berfirman:
فَمَنْ يُرِدِ اللهُ أَن يَهْدِيَهُ
يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلإسْلاَمِ، وَمَن
يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ
ضَيِّقًا حَرَجاً كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ
فِى السَّمَاءِ ]الأنعام: 125[.
Barangsiapa dikehendaki Alloh mendapat
hidayah, maka Dia akan membukakan hatinya
untuk menerima Islam. Sedang barangsiapa
dikehendaki-Nya menjadi sesat, maka Dia akan
jadikan dadanya sempit dan sesak, seakan-akan
dia sedang mendaki ke langit.
Maka, petunjuk dan tauhid adalah sebab utama
lapangnya dada. Sebaliknya syirik dan kesesatan,
adalah sebab utama sempit dan gundahnya
dada.
(2) Diantara sebab lapangnya dada adalah:
Cahaya yang ditanamkan Alloh ke dalam hati
hamba-Nya, yakni CAHAYA IMAN.
Sungguh cahaya itu akan melapangkan dan
meluaskan dada, serta membahagiakan hati.
Apabila cahaya ini hilang dari hati seorang
hamba, maka hati itu akan menjadi ciut dan
gundah, sehingga menjadikannya berada dalam
penjara yang paling sempit dan sulit.
At-Tirmidzi meriwayatkan dalam kitab Jami’nya,
bahwa Nabi -shollallohu alaihi wasallam-
bersabda: “Jika cahaya (iman) itu masuk ke
dalam hati, maka ia akan menjadi luas dan
lapang ”. Mereka (para sahabat) bertanya: “Wahai
Rosululloh, lalu apa tanda-tandanya?” Beliau
menjawab: “(Tandanya adalah jika hatinya
menginginkan) kembali ke rumah keabadian,
menjauh dari rumah kepalsuan, dan bersiap-siap
menghadapi kematian sebelum ia datang ”.
Maka, seorang hamba akan mendapatkan
kelapangan dadanya, sesuai bagiannya dari
cahaya (iman) ini. Hal ini menyerupai cahaya dan
kegelapan yang kasat mata, karena cahaya dapat
melapangkan hati, sedang kegelapan bisa
menciutkannya.
(3) Diantaranya lagi adalah: ILMU.
Ilmu akan melapangkan dada dan
meluaskannya, hingga ia bisa menjadikannya
lebih luas dari dunia. Sebaliknya kebodohan bisa
menjadikan hati ciut, terkepung, dan terpenjara.
Semakin luas ilmu seorang hamba, maka
semakin lapang dan luas pula dadanya. Tentu,
hal ini tidak berlaku untuk semua ilmu, akan
tetapi hanya untuk ilmu yang diwariskan dari
Rosul -shollallohu alaihi wasallam, yakni ilmu
yang bermanfaat. Oleh karena itu, ahli ilmu
menjadi orang yang paling lapang dadanya,
paling luas hatinya, paling bagus akhlaknya, dan
paling baik hidupnya.
(4) Diantaranya lagi adalah: Kembali kepada
Alloh ta’ala, mencintai-Nya sepenuh hati,
menghadap pada-Nya, dan mencari kenikmatan
dalam mengibadahi-Nya. Karena, tidak ada
sesuatu pun yang lebih mampu melapangkan
dada seorang hamba melebihi itu semua, hingga
kadang hati itu mengatakan: “Seandainya di
dalam surga nanti, keadaanku seperti ini, maka
sungguh itu berarti aku dalam kehidupan yang
baik ”.
Sungguh kecintaan itu memiliki pengaruh yang
menakjubkan dalam melapangkan dada,
membaikkan jiwa, dan menikmatkan hati. Tidak
ada yang tahu hal itu, kecuali orang yang pernah
merasakannya. Dan ketika cinta itu semakin kuat
dan hebat, maka saat itu pula dada menjadi
semakin luas dan lapang.
Dan hati ini tidak akan menciut, kecuali saat
melihat para pengangguran yang kosong dari
hal ini. Sungguh melihat mereka hanya akan
mengotorkan mata hati, dan berkumpul dengan
mereka hanya akan membuat gerah jiwa.
Diantara sebab utama ciutnya dada adalah:
Berpalingnya hati dari Alloh ta’ala,
bergantungnya hati pada selain-Nya, lalainya hati
dari mengingat-Nya, dan kecintaan hati pada
selain-Nya.
Karena, barangsiapa mencintai sesuatu selain
Alloh, niscaya ia akan disiksa dengannya, dan
hatinya akan terpenjara oleh kecintaannya pada
sesuatu tersebut.
Sehingga tiada orang di muka bumi ini, yang
lebih sengsara, lebih penat, lebih buruk, dan lebih
payah hidupnya melebihinya.
Maka, di sini ada dua cinta:
(a) Cinta yang merupakan: surga dunia,
kebahagiaan jiwa, dan kelezatan hati. Cinta yang
merupakan kenikmatan, santapan, dan obatnya
ruh. Bahkan dialah kehidupan ruh dan sesuatu
yang paling disenanginya. Dialah cinta kepada
Alloh semata dengan sepenuh hati, dan
tertariknya semua kesenangan, keinginan, dan
kecintaan hati hanya kepada-Nya.
(b) Dan cinta yang merupakan: siksaan ruh,
kegundahan jiwa, penjara hati, dan sempitnya
dada. Dialah sebab sakit, susah, dan beratnya
jiwa. Itulah kecintaan kepada selain Alloh
subhanahu wa ta ’ala.
(5) Diantara sebab-sebab lapangnya dada
adalah: Melanggengkan dzikir (mengingat)-
Nya di segala tempat dan masa. Karena, dzikir itu
memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam
melapangkan dada dan menikmatkan hati.
Sebaliknya, lalai memiliki pengaruh yang
menakjubkan dalam menciutkan,
memenjarakan, dan menyiksa hati seorang
hamba.
(6) Diantaranya lagi adalah: Membantu orang
lain, dan memberikan manfaat kepada mereka,
dengan apa yang ia mampui, dari hartanya,
kedudukannya, badannya, dan berbagai macam
kebaikan untuk orang lain.
Oleh karena itu, orang yang dermawan dan
punya banyak jasa, adalah orang yang paling
lapang dadanya, paling baik jiwanya, dan paling
nikmat hatinya. Sedangkan si bakhil yang tidak
punya jasa baik, adalah orang yang paling
sempit dadanya, paling buruk hidupnya, dan
paling banyak gundah gulananya.
Rosululloh -shollallohu alaihi wasallam- telah
memberikan perumpamaan untuk si bakhil dan
sang dermawan dalam sebuah hadits shohih
(riwayat Muslim: 1021), yaitu: Seperti dua orang
yang mempunyai baju perang dari besi. Setiap
kali sang dermawan ingin bersedekah, baju besi
itu menjadi tambah luas dan lebar, hingga ia
menyeret bajunya dan menjadi panjang
jejaknya. Sedangkan si bakhil, setiap kali ingin
bersedekah, maka semua lingkaran rantai (yang
menjadi penghubung rangkaian baju besi) itu
menetapi tempatnya, dan tidak melebar hingga
tidak cukup untuknya.
Maka, inilah perumpamaan lapang dan luasnya
dada seorang mukmin yang dermawan, dan ini
pula perumpamaan ciut dan sempitnya dada si
bakhil.
(7) Dan diantaranya lagi adalah: Keberanian.
Makanya seorang pemberani adalah seorang
yang lapang dadanya, serta luas jiwa dan
hatinya.
Sedangkan pengecut, adalah seorang yang
paling ciut dadanya, dan paling terbatas hatinya.
Ia tidak memiliki kesenangan dan kebahagiaan. Ia
juga tidak memiliki kenikmatan, kecuali
kenikmatan yang dirasakan oleh hewan saja.
Adapun kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan, dan
kesenangan jiwa, maka itu tidak akan diberikan
kepada mereka yang pengecut, sebagaimana ia
tidak diberikan kepada mereka yang bakhil, dan
mereka yang berpaling dari Alloh subhanah, lalai
dari mengingat-Nya, jahil dengan-Nya, dengan
nama-namaNya, dengan sifat-sifatNya, dan
dengan agama-Nya, serta hatinya tergantung
dengan selain-Nya.
Sungguh kenikmatan dan kebahagiaan ini, akan
menjadi taman dan surga di alam kubur nanti.
Sebaliknya keciutan dan kesempitan hati mereka,
akan menjadi siksaan dan penjara di alam
kuburnya.
Maka, keadaan hamba di alam kubur nanti, itu
seperti keadaan hati di dalam dada, baik dalam
hal kenikmatan, siksaan, kebebasan, maupun
terpenjaranya.
Dan bukan patokan, bila ada kelapangan hati bagi
si ini, dan keciutan hati bagi si itu, karena adanya
sesuatu yang datang. Karena ia akan hilang
dengan hilangnya sesuatu yang datang itu. Akan
tetapi yang menjadi patokan adalah sifat yang
menancap di hati, yang dapat membuatnya
lapang atau ciut. Itulah timbangannya… Wallohul
musta’an.
(8) Diantaranya lagi -bahkan ini salah satu
yang utama- adalah: Membersihkan hati dari
kotoran, seperti sifat-sifat tercela yang
menyebabkan hati menjadi ciut, tersiksa, dan
menghalangi kesehatannya.
Karena, jika sebab-sebab lapangnya hati itu
datang kepada seseorang, sedang ia belum
mengeluarkan sifat-sifat tercela itu dari hatinya,
maka ia tidak akan mendapatkan kelapangan hati
yang berarti. Hasil akhirnya adalah adanya dua
materi yang memenuhi hatinya, dan hatinya
akan dikuasai oleh apa yang lebih banyak
menempati hatinya.
(9) Dan diantaranya lagi adalah:
Meninggalkan setiap yang berlebihan, baik
dalam ucapan, penglihatan, pendengaran,
pergaulan, makanan, ataupun tidur. Karena sikap
berlebihan dalam ini semua, dapat menyebabkan
hati menjadi sakit, gundah, resah, terkepung,
terpenjara, ciut, dan tersiksa karenanya. Bahkan
kebanyakan siksaam dunia dan akhirat,
bersumber darinya.
Maka, laa ilaaha illallooh… betapa ciutnya dada
orang yang menyimpan semua penyakit ini,
betapa susah hidupnya, betapa buruk
keadaannya, dan betapa terkepung hatinya …
Dan Laa ilaaha illallooh… betapa nikmatnya
kehidupan seseorang yang dadanya menyimpan
semua sifat yang terpuji itu, serta cita-citanya
berputar dan mengitari semua sifat itu. Tentulah
orang ini memiliki bagian yang agung dari
firman Alloh ta ’ala:
إنَّ الأَبْرَارَ لَفِى نَعِيم ]الانفطار:
13[
Sesungguhnya orang yang baik amalannya,
berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan.
Adapun yang itu, mereka memiliki bagian yang
besar dari firman-Nya:
وإنَّ الفُجَّارَ لَفِى جَحِيمٍ
]الانفطار: 14[
Sesungguhnya orang-orang yang buruk
amalannya, berada dalam neraka (yang penuh
kesengsaraan)
Dan diantara keduanya ada banyak tingkatan
yang berbeda-beda, tiada yang dapat
menghitungnya, kecuali Alloh tabaaroka wa
ta ’aala.
Maksud kami (membawakan pembahasan ini
adalah agar kita tahu): Bahwa Rosululloh -
shollallohu alaihi wasallam- adalah makhluk yang
paling sempurna dalam semua sifat terpuji yang
bisa menjadikan kelapangan dada, keluasan hati,
qurrotu ain, dan kehidupan jiwa. Oleh karena
itulah, beliau menjadi makhluk yang paling
sempurna dalam kelapangan dada, kehidupan
hati, dan qurrotu ain. Belum lagi keistimewaan
beliau dalam kelapangan hidup yang bisa dilihat
mata.
Dan makhluk yang paling sempurna dalam
menirunya, dialah makhluk yang paling
sempurna dalam kelapangan, kelezatan, dan
qurrotu ainnya. Seperti apa seorang hamba
dalam meniru beliau, maka seperti itu pula ia
akan mendapatkan kelapangan dada, qurrotu
ain, dan kelezatan jiwanya.
Maka, beliau -shollallohu alaihi wasallam- adalah
orang yang menempati posisi puncak
kesempurnaan dari kelapangan dada, kemuliaan
nama, dan minimnya dosa. Dan bagi
pengikutnya dalam semua itu, ada bagian yang
sesuai dengan kadar pengikutannya kepada
beliau… wallohul musta’an.
Dan demikian pula (dalam hal lainnya), bagi
pengikut beliau, ada bagian dari perlindungan,
penjagaan, pembelaan, pemuliaan, pertolongan
Alloh untuk mereka, tergantung porsi
peneladanan mereka terhadap beliau. Ada yang
dapat bagian sedikit, ada juga yang dapat bagian
banyak. Maka barangsiapa yang mendapati
kebaikan pada dirinya, maka hendaklah ia
memuji Alloh. Adapun yang mendapati selain
itu, maka janganlah ia mencela selain dirinya.
(Bagi yang ingin membaca naskah aslinya dalam
bahasa arab, silahkan merujuknya ke kitab
Zaadul Ma ’aad, karya Ibnul Qoyyim, jilid 2, hal.
23)

Profil

Citayam (Ds: Rawa Panjang), Jawa Barat, Indonesia