Rabu, 02 Juni 2010

Hidayah Milik ALLAH

Para pembaca yang semoga dirahmati Allah
Ta’ala, mungkin kita sering berfikir, sudah banyak
sekali cara kita untuk menyadarkan seseorang
yang kita cintai, untuk merubah sifat seseorang
yang sangat disayangi. Akan tetapi, segala cara
dan upaya kita, ternyata tidak mampu untuk
merubahnya menjadi seseorang yang baik.
Sebenarnya apa yang salah dengan upaya kita,
bagaimanakah caranya agar kita dapat merubah
seseorang?
Mengenai hal ini, perlu kita ketahui, hidayah atau
petunjuk hanyalah milik Allah, bagaimana pun
upaya kita untuk merubah seseorang, bagaimana
pun kerja keras kita untuk menyadarkan
seseorang, maka itu tidak ada artinya jika Allah
tidak menghendaki hidayah kepadanya, orang
tersebut tidak akan berubah sampai Allah
memberikannya hidayah. Allah berfirman yang
artinya “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat
memberi petunjuk kepada orang yang kamu
kasihi, tetapi Alloh memberi petunjuk kepada
orang yang dikehendaki-Nya, dan Alloh lebih
mengetahui orang-orang yang mau menerima
petunjuk.” (QS Al Qashash: 56).
Ibnu katsir mengatakan mengenai tafsir ayat ini,
“Allah mengetahui siapa saja dari hambanya yang
layak mendapatkan hidayah, dan siapa saja yang
tidak pantas mendapatkannya”.
Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al-Utsaimin
menerangkan, “Hidayah di sini maknanya adalah
hidayah petunjuk dan taufik. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berikan hidayah ini kepada orang yang
pantas mendapatkannya, karena segala sesuatu
yang dikaitkan dengan kehendak Allah Subhanahu
wa Ta ’ala, maka mesti mengikuti hikmah-Nya.”
Nabi Yang Mulia Sendiri Tidak Dapat
Memberi Hidayah Taufik
Turunnya ayat ini berkenaan dengan cintanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
pamannya Abu Tholib. Akan tetapi, segala cara
dan upaya yang dilakukan beliau untuk mengajak
pamannya kepada kebenaran, tidak sampai
membuat pamannya menggenggam Islam
sampai ajal menjemputnya. Seorang rosul yang
kita tahu kedudukannya di sisi Allah saja tidak
mampu untuk memberi hidayah kepada
pamannya, apalagi kita yang keimanannya sangat
jauh dibandingkan beliau.
Tidakkah kita melihat perjuangan Nabi Allah Nuh
di dalam menegakkan tauhid kepada umatnya?
Waktu yang mencapai 950 tahun tidak dapat
menjadikan umat nabi Nuh mendapatkan hidayah
Allah, bahkan untuk keturunannya sendiri pun ia
tidak dapat menyelamatkannya dari adzab, Allah
berfirman yang artinya “Dan Nuh memanggil
anaknya yang berada di tempat yang jauh,
‘Wahai anakku! Naiklah bahtera ini bersama kami
dan janganlah kamu bersama orang-orang kafir’.
Dia berkata, ‘Aku akan berlindung ke gunung
yang akan menghindarkanku dari air bah. Nuh
berkata, ‘Hari ini tidak ada lagi yang bisa
melindungi dari adzab Allah kecuali Dzat Yang
Maha Penyayang.’ Dan gelombang pun
menghalangi mereka berdua, maka jadilah anak
itu termasuk orang-orang yang
ditenggelamkan.” (QS. Hud:42-43)
Melihat anaknya yang tenggelam, Nabi Nuh
berdoa (yang artinya),“Dan Nuh pun menyeru
Rabbnya, ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya anakku
termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-
Mu adalah janji yang benar, dan Engkau adalah
Hakim yang seadil-adilnya.’ Allah berfirman,
‘Wahai Nuh, sesungguhnya dia bukan termasuk
keluargamu (yang diselamatkan), sesungguhnya
amalannya bukanlah amalan yang shalih. Maka
janganlah engkau meminta kepada-Ku sesuatu
yang tidak engkau ketahui. Sesungguhnya Aku
peringatkan engkau agar jangan termasuk orang-
orang yang jahil.” (QS. Hud: 45-46)
Contoh lainnya adalah apa yang dialami oleh Nabi
Allah, Ibrohim. Berada ditengah-tengah orang-
orang yang menyekutukan Allah, ia termasuk
orang yang mendapat petunjuk. Allah dengan
mudahnya memberikan hidayah kepada
seseorang yang dikehendakinya, padahal tidak
ada seorang pun yang mengajarkan dan
menerangkan kebenaran kepadanya, Allah
berfirman yang artinya “Dan demikianlah Kami
perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda
keagungan yang ada di langit dan di bumi, agar
dia termasuk orang-orang yang yakin. Ketika
malam telah gelap, dia melihat bintang, lalu
berkata, ‘Inilah rabbku’. Tetapi tatkala bintang itu
tenggelam, dia berkata, ‘Aku tidak suka pada yang
tenggelam’. Kemudian ketika dia melihat bulan
terbit, dia berkata, ‘Inilah rabbku’. Tetapi setelah
bulan itu terbenam, dia berkata, ‘Sesungguhnya
jika Rabbku tidak memberi petunjuk padaku, pasti
aku termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian
tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata,
‘Inilah rabbku, ini lebih besar’. Tatkala matahari itu
terbenam, dia pun berkata, ‘Wahai kaumku,
sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang
kalian persekutukan! Sesungguhnya aku
menghadapkan diriku kepada Rabb yang
menciptakan langit dan bumi dengan cenderung
kepada agama yang benar, dan aku bukanlah
termasuk orang-orang yang menyekutukan-
Nya’.” (QS. Al-An’am: 75-79)
Dari hal ini, sangat jelaslah bagi kita, hidayah
hanyalah milik Allah, dan Allah memberi hidayah
kepada orang yang dikehendakinya. Barangsiapa
yang Allah beri hidayah, tidak ada seorang pun
yang bisa menyesatkannya dan barangsiapa
yang telah Allah sesatkan, tidak ada seorang pun
yang bisa memberi hidayah kepadanya. Allah
berfirman yang artinya “Allah memberikan
hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya
kepada jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqarah: 213)
dan Allah berfirman yang artinya “Dan
barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak
ada baginya seorang pemberi petunjuk.” (QS. Az-
zumar:23).
Cara Menggapai Hidayah
Setelah mengetahui hal ini, lantas bagaimana
upaya kita untuk mendapatkan hidayah?
Bagaimana caranya membuat orang lain
mendapatkan hidayah?
Di antara sebab-sebab seseorang mendapatkan
hidayah adalah:
1. Bertauhid
Seseorang yang menginginkan hidayah Allah,
maka ia harus terhindar dari kesyirikan, karena
Allah tidaklah memberi hidayah kepada orang
yang berbuat syirik. Allah berfirman yang artinya:
“Orang-orang yang beriman dan tidak
mencampuradukkan iman mereka dengan
kesyirikan, mereka itulah yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang
yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-an’am: 82).
2. Taubat kepada Allah
Allah tidak akan memberi hidayah kepada orang
yang tidak bertaubat dari kemaksiatan, bagaimana
mungkin Allah memberi hidayah kepada
seseorang sedangkan ia tidak bertaubat? Allah
berfirman yang artinya “Sesungguhnya Allah
menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan
menunjuki orang-orang yang bertaubat kepada-
Nya”. (QS. Ar-Ra’d: 27).
3. Belajar agama
Tanpa ilmu (agama), seseorang tidak mungkin
akan mendapatkan hidayah Allah. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya
“Jika Allah menginginkan kebaikan (petunjuk)
kepada seorang hamba, maka Allah akan
memahamkannya agama”. (HR Bukhori)
4. Mengerjakan apa yang diperintahkan dan
menjauhi hal yang dilarang
Kemaksiatan adalah sebab seseorang dijauhkan
dari hidayah. Allah berfirman yang artinya “Dan
sesungguhnya kalau mereka melaksanakan
pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah
hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan
lebih menguatkan (iman mereka), dan kalau
demikian, pasti Kami berikan kepada mereka
pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami
tunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (An-
nisa: 66-68).
5. Membaca Al-qur’an, memahaminya
mentadaburinya dan mengamalkannya
Allah berfirman yang artinya “Sesungguhnya Al
Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan)
yang lebih lurus”. (QS. Al-Isra:9).
6. Berpegang teguh kepada agama Allah
Allah berfirman yang artinya “Barangsiapa yang
berpegang teguh kepada (agama) Allah, maka
sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada
jalan yang lurus.” (QS. Ali-Imron:101).
7. Mengerjakan sholat
Di antara penyebab yang paling besar seseorang
mendapatkan hidayah Allah adalah orang yang
senantiasa menjaga sholatnya, Allah berfirman
pada surat al-baqoroh yang artinya “Aliif laam
miim, Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan
padanya dan merupakan petunjuk bagi mereka
yang bertaqwa.”
Siapa mereka itu, dilanjutkan pada ayat setelahnya
“ yaitu mereka yang beriman kepada hal yang
ghoib, mendirikan sholat dan menafkahkah
sebagian rizki yang diberikan kepadanya” (QS. Al-
baqoroh:3).
8. Berkumpul dengan orang-orang sholeh
Allah berfirman yang artinya “Katakanlah: “Apakah
kita akan menyeru selain daripada Allah, sesuatu
yang tidak dapat mendatangkan kemanfaatan
kepada kita dan tidak (pula) mendatangkan
kemudharatan kepada kita dan (apakah) kita akan
kembali ke belakang, sesudah Allah memberi
petunjuk kepada kita, seperti orang yang telah
disesatkan oleh syaitan di pesawangan yang
menakutkan; dalam keadaan bingung, dia
mempunyai kawan-kawan yang memanggilnya
kepada jalan yang lurus (dengan mengatakan):
“Marilah ikuti kami.” Katakanlah:”Sesungguhnya
petunjuk Allah itulah (yang sebenarnya) petunjuk;
dan kita disuruh agar menyerahkan diri kepada
Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am:72).
Ibnu katsir menafsiri ayat ini, “Ayat ini adalah
permisalan yang Allah berikan kepada teman
yang sholeh yang menyeru kepada hidayah Allah
dan teman yang jelek yang menyeru kepada
kesesatan, barangsiapa yang mengikuti hidayah,
maka ia bersama teman-teman yang sholeh, dan
barang siapa yang mengikuti kesesatan, maka ia
bersama teman-teman yang jelek. “
Dengan mengetahui hal tersebut, marilah kita
berupaya untuk mengerjakannya dan mengajak
orang lain untuk melakukan sebab-sebab ini,
semoga dengan jerih payah dan usaha kita dalam
menjalankannya dan mendakwahkannya menjadi
sebab kita mendapatkan hidayah Allah. Syaikh
Abdullah Al-bukhori mengatakan dalam khutbah
jum’atnya “Semakin seorang meningkatkan
ketaqwaannya kepada Allah, niscaya bertambah
hidayah padanya. Seorang hamba akan
senantiasa ditambah hidayahnya selama dia
senantiasa menambah ketaqwaannya. Semakin
dia bertaqwa, maka semakin bertambahlah
hidayahnya, sebaliknya semakin ia mendapat
hidayah/petunjuk, dia semakin menambah
ketaqwaannya. Sehingga dia senantiasa ditambah
hidayahnya selama ia menambah
ketaqwaannya.”
Semoga Allah senantiasa memberikan hidayah
kepada kita dan orang-orang yang ada disekeliling
kita, aamiin. Washallallahu ‘ala nabiyyina
Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.
Artikel: http://muslim.or.id

Profil

Citayam (Ds: Rawa Panjang), Jawa Barat, Indonesia