Kamis, 03 Juni 2010

Faedah Tafsir Surah Al-Kafirun

Segala puji bagi Allah, Rabb yang berhak
disembah. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Pada kesempatan kali ini, kita akan mempelajari
tafsir surat Al Kafirun dan menarik faedah
berharga di dalamnya. Semoga manfaat.
Allah Ta’ala berfirman,
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ )1( لَا
أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ )2( وَلَا
أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ )3( وَلَا
أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ )4( وَلَا
أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ )5(
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ )6(
“Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu
bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan
aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang
kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula)
menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah.
Untukmu agamamu, dan untukkulah,
agamaku.” (QS. Al Kaafirun: 1-6)
Surat ini adalah surat Makkiyah (yang turun
sebelum hijroh).
Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Membaca Surat Al Kaafirun
Dari Jabir bin ‘Abdillah, ia mengatakan,
كَانَ يَقْرَأُ فِى الرَّكْعَتَيْنِ )قُلْ
هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ( وَ )قُلْ يَا أَيُّهَا
الْكَافِرُونَ(
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca
di shalat dua raka’at thowaf yaitu surat Qul
Huwallahu Ahad (Al Ikhlas) dan surat Qul Yaa
Ayyuhal Kaafirun (Al Kaafirun). ” (HR. Muslim no.
1218)
Dari Abu Hurairah, ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
قَرَأَ فِى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ )قُلْ يَا
أَيُّهَا الْكَافِرُونَ( وَ )قُلْ هُوَ
اللَّهُ أَحَدٌ(
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa
membaca di dua raka’at sunnah Fajr (Qobliyah
Shubuh) yaitu surat Qul Yaa Ayyuhal Kaafirun (Al
Kaafirun) dan surat Qul Huwallahu Ahad (Al Ikhlas)
. ” (HR. Muslim no. 726)
Dari Ibnu ‘Umar, ia mengatakan,
رَمَقْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَرْبَعًا
وَعِشْرِينَ مَرَّةً ، أَوْ خَمْسًا
وَعِشْرِينَ مَرَّةً يَقْرَأُ فِي
الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ
وَبَعْدَ الْمَغْرِبِ }قُلْ يَا أَيُّهَا
الْكَافِرُونَ{ ، }وَقُلْ هُوَ اللَّهُ
أَحَدٌ{.
“Saya melihat Nabi Shallallahu'alaihi wa sallam
shalat sebanyak dua puluh empat atau dua puluh
lima kali. Yang beliau baca pada dua rakaat
sebelum shalat subuh dan dua rakaat setelah
maghrib adalah surat Qul Yaa Ayyuhal Kaafirun
(Al Kaafirun) dan surat Qul Huwallahu Ahad (Al
Ikhlas). ” (HR. Ahmad 2/95. Syaikh Syu;aib Al
Arnauth mengatakan, sanad hadits ini shahih
sesuai syarat Bukhari-Muslim)
Isi Surat Al Kaafirun
Surat ini berisi ajaran berlepas diri dari amalan
yang dilakukan oleh orang-orang musyrik. Surat
ini berisi perintah untuk ikhlas dalam melakukan
amalan (yaitu murni ditujukan pada Allah semata).
Tafsir Surat Al Kaafirun
Firman Allah Ta’ala,
قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ
“Katakanlah: "Hai orang-orang kafir”. Ayat ini
sebenarnya ditujukan pada orang-orang kafir di
muka bumi ini. Akan tetapi, konteks ayat ini
membicarakan tentang kafir Quraisy.
Mengenai surat ini, ada ulama yang menyatakan
bahwa karena kejahilan orang kafir Quraisy,
mereka mengajak Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk beribadah kepada berhala mereka
selama satu tahun, lalu mereka akan bergantian
beribadah kepada sesembahan Rasul shallallahu
‘ alaihi wa sallam (yaitu Allah Ta’ala) selama
setahun pula. Akhirnya Allah Ta’ala pun
menurunkan surat ini. Allah memerintahkan
kepada Rasul-Nya untuk berlepas diri dari agama
orang-orang musyrik tersebut secara total.
Yang dimaksud dengan ayat,
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah”, yaitu berhala dan tandingan-tandingan
selain Allah.
Maksud firman Allah selanjutnya,
وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
“Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku
sembah”, yaitu yang aku sembah adalah Allah
semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Allah Ta’ala firmankan selanjutnya,
وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah”, maksudnya adalah aku
tidak akan beribadah dengan mengikuti ibadah
yang kalian lakukan, aku hanya ingin beribadah
kepada Allah dengan cara yang Allah cintai dan
ridhoi.
Oleh karena itu selanjutnya Allah Ta’ala
mengatakan kembali,
وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
“Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi
penyembah Tuhan yang aku sembah”,
maksudnya adalah kalian tidak akan mengikuti
perintah dan syari ’at Allah dalam melakukan
ibadah, bahkan yang kalian lakukan adalah
membuat-buat ibadah sendiri yang sesuai selera
hati kalian. Hal ini sebagaimana Allah firmankan,
إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَمَا
تَهْوَى الْأَنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ
مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى
“Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaan-
sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu
mereka dan sesungguhnya telah datang petunjuk
kepada mereka dari Tuhan mereka. ” (QS. An
Najm: 23)
Ayat-ayat ini secara jelas menunjukkan berlepas
diri dari orang-orang musyrik dari seluruh bentuk
sesembahan yang mereka lakukan.
Seorang hamba seharusnya memiliki
sesembahan yang ia sembah. Ibadah yang ia
lakukan tentu saja harus mengikuti apa yang
diajarkan oleh sesembahannya. Rasul shallallahu
‘ alaihi wa sallam dan para pengikutnya
menyembah Allah sesuai dengan apa yang Allah
syariatkan. Inilah konsekuensi dari kalimat Ikhlas
“ Laa ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah”.
Maksud kalimat yang agung ini adalah “tidak ada
sesembahan yang berhak diibadahi melainkan
Allah, dan jalan cara untuk melakukan ibadah
tersebut adalah dengan mengikuti ajaran Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam”. Orang-orang
musyrik melakukan ibadah kepada selain Allah,
padahal tidak Allah izinkan. Oleh karena itu Rasul
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan kepada
mereka,
لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
“Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.”
Maksud ayat ini sebagaimana firman Allah,
وَإِنْ كَذَّبُوكَ فَقُلْ لِي عَمَلِي
وَلَكُمْ عَمَلُكُمْ أَنْتُمْ بَرِيئُونَ
مِمَّا أَعْمَلُ وَأَنَا بَرِيءٌ مِمَّا
تَعْمَلُونَ
“Jika mereka mendustakan kamu, maka
katakanlah: "Bagiku pekerjaanku dan bagimu
pekerjaanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa
yang aku kerjakan dan akupun berlepas diri
terhadap apa yang kamu kerjakan. ” (QS. Yunus:
41)
لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ
أَعْمَالُكُمْ
“Bagi kami amal-amal kami dan bagi kamu amal-
amal kamu.” (QS. Asy Syura: 15)
Imam Al Bukhari mengatakan,
) لَكُمْ دِينُكُمْ ( الْكُفْرُ . ) وَلِىَ
دِينِ ( الإِسْلاَمُ وَلَمْ يَقُلْ
دِينِى ، لأَنَّ الآيَاتِ بِالنُّونِ
فَحُذِفَتِ الْيَاءُ كَمَا قَالَ
يَهْدِينِ وَيَشْفِينِ . وَقَالَ غَيْرُهُ
) لاَ أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ ( الآنَ ،
وَلاَ أُجِيبُكُمْ فِيمَا بَقِىَ مِنْ
عُمُرِى ) وَلاَ أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا
أَعْبُدُ ( . وَهُمُ الَّذِينَ قَالَ
) وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا
أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ
طُغْيَانًا وَكُفْرًا (
“Lakum diinukum”, maksudnya bagi kalian
kekafiran yang kalian lakukan. “Wa liya diin”,
maksudnya bagi kami agama kami. Dalam ayat ini
tidak disebut dengan ( دِينِى) karena kalimat
tersebut sudah terdapat huruf “nuun”, kemudian
“yaa” dihapus sebagaimana hal ini terdapat pada
kalimat (يَهْدِينِ) atau (يَشْفِينِ). Ulama
lain mengatakan bahwa ayat ( لاَ أَعْبُدُ مَا
تَعْبُدُونَ), maksudnya adalah aku tidak
menyembah apa yang kalian sembah untuk saat
ini. Aku juga tidak akan memenuhi ajakan kalian di
sisa umurku (artinya: dan seterusnya aku tidak
menyembah apa yang kalian sembah),
sebagaimana Allah katakan selanjutnya ( وَلاَ
أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ ). Mereka
mengatakan,
وَلَيَزِيدَنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ مَا
أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ
طُغْيَانًا وَكُفْرًا
“Dan Al Quran yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu sungguh-sungguh akan menambah
kedurhakaan dan kekafiran bagi kebanyakan di
antara mereka. ” (QS. Al Maidah: 64). Demikian
yang disebutkan oleh Imam Al Bukhari.
Mengenai Ayat Yang Berulang dalam Surat
Ini
Mengenai firman Allah yang berulang dalam surat
ini yaitu pada ayat,
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ )2( وَلَا
أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ )3( وَلَا
أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ )4( وَلَا
أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ )5(
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan
yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi
penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu
tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan
yang aku sembah. ”
Ada tiga pendapat dalam penafsiran ayat ini:
Tafsiran pertama: Menyatakan bahwa maksud
ayat tersebut adalah untuk penguatan makna
(ta ’kid). Pendapat ini dinukil oleh Ibnu Jarir dari
sebagian pakar bahasa. Yang semisal dengan ini
adalah firman Allah Ta ’ala,
فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا )5( إِنَّ
مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا )6(
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu
ada kemudahan. ” (QS. Alam Nasyroh: 5-6)
Begitu pula firman Allah Ta’ala,
لَتَرَوُنَّ الْجَحِيمَ )6( ثُمَّ
لَتَرَوُنَّهَا عَيْنَ الْيَقِينِ )7(
“Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka
Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar
akan melihatnya dengan 'ainul yaqin. ” (QS. At
Takatsur: 6-7)
Tafsiran kedua: Sebagaimana yang dipilih oleh
Imam Bukhari dan para pakar tafsir lainnya,
bahwa yang dimaksud ayat,
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ )2( وَلَا
أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan
yang aku sembah. ” Ini untuk masa lampau.
وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ )4(
وَلَا أَنْتُمْ عَابِدُونَ مَا أَعْبُدُ
)5(
“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah
(pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku
sembah. ” Ini untuk masa akan datang.
Tafsiran ketiga: Yang dimaksud dengan ayat,
لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ
“Aku tidak akan menyembah apa yang kamu
sembah.” Yang dinafikan (ditiadakan di sini) adalah
perbuatan (menyembah selain Allah) karena
kalimat ini adalah jumlah fi ’liyah (kalimat yang
diawali kata kerja).
Sedangkan ayat,
وَلَا أَنَا عَابِدٌ مَا عَبَدْتُمْ
“Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah.” Yang dimaksudkan di sini
adalah penafian (peniadaan) menerima
sesembahan selain Allah secara total. Di sini bisa
dimaksudkan secara total karena kalimat tersebut
menggunakan jumlah ismiyah (kalimat yang
diawali kata benda) dan ini menunjukkan ta ’kid
(penguatan makna). Sehingga seakan-akan yang
dinafikan dalam ayat tersebut adalah perbuatan
(menyembah selain Allah) dan ditambahkan tidak
menerima ajaran menyembah selain Allah secara
total. Yang dimaksud ayat ini pula adalah
menafikan jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidak mungkin sama sekali menyembah selain
Allah. Tafsiran yang terakhir ini pula adalah tafsiran
yang bagus. Wallahu a ’lam.
Faedah Berharga dari Surat Al Kafirun
1. Dalam ayat ini dijelaskan adanya penetapan
aqidah meyakini takdir Allah, yaitu orang kafir
ada yang terus menerus dalam kekafirannya,
begitu pula dengan orang beriman.
2. Kewajiban berlepas diri (baro’) secara lahir
dan batin dari orang kafir dan sesembahan
mereka.
3. Adanya tingkatan yang berbeda antara orang
yang beriman dan orang kafir atau musyrik.
4. Ibadah yang bercampur kesyirikan (tidak
ikhlas), tidak dinamakan ibadah.
Alhamdulillahilladzi bi ni'matihi tatimmush
sholihaat.
Referensi:
Aysarut Tafasir, Abu Bakr Jabir Al Jazairi
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah
Qurthubah
Taysir Karimir Rahman, ‘Abdurrahman bin Nashir
As Sa’di, Muassasah Ar Risalah.
Artikel www.rumaysho.com

Profil

Citayam (Ds: Rawa Panjang), Jawa Barat, Indonesia